Minggu, 06 Mei 2012

Lumpur Lapindo Sekarang


Tanah Lumpur Lapindo

Sabtu (05/05) sore saya pergi menyambangi Lumpur Lapindo di daerah Porong-Sidoarjo. Dalam radius empat kilometer dari pusat semburan, bau belerang sudah menyengat. Angin yang kencang semakin membuat bau tak sedap itu menusuk hidung saya. Cuacanya pun panas dan tak seperti panas yang saya rasakan biasanya.

Baru pertama kali ini saya menginjakkan kaki disana. Melihat genangan air, lumpur, dan gas bercampur menjadi satu. Sebanyak enambelas Desa dari tiga Kecamatan terendam tak bersisa. Ketika sedang mengambil beberapa gambar dari sana, seorang bapak-bapak mendekati saya, Yudi namanya. Bapak dua anak ini banyak bercerita pada saya mengenai tragedi Lumpur Lapindo. "Banyak yang stress, mbak" ujarnya.

Dua Narasumber Saya, Pak Untung dan Pak Yudi

Pria asal Desa Jatirogo ini, kini beralih pekerjaan menjadi tukang ojek dan penjual CD di didekat tanggul. Sebelum kejadian, ia menjadi pegawai di pabrik dan penghasilannya terhitung cukup untuk memenuhi kebutuhan. Kini semua sudah berubah, penghasilan Yudi yang tak tentu, membuat ia gali lubang tutup lubang untuk memenuhi kebutuhan keluarganya.

Uang ganti rugi yang masih dibayar 20% atau sekitar Rp 20.000.000 dari total Rp 100.000.000 pada tahun 2007, sudah habis digunakan untuk mengontrak rumah, melanjutkan pendidikan adik dan kedua anaknya serta memenuhi kebutuhan lainnya.

Saat saya sedang mengobrol dengan Yudi, datanglah Untung, korban Lumpur Lapindo sekaligus Seksi Dokumentasi dan Pengadaan disekitar sana. Akhirnya, saya diajak ke Desa Renokenongo yang menjadi pusat semburan untuk melihat dari dekat. Dari jarak kurang dari 200 Meter, saya menyaksikan bagaimana semburan lumpur masih aktif. Diameter lubang, kini sudah mencapai 60 Meter.


Aliran lumpur ke Kali Brantas
Seng terlihat di Desa Jatirejo

Tak jauh dari sana, diatas tanggul juga, saya menjumpai korban Lumpur Lapindo sedang berdemo. Mereka menuntut pelunasan 80% dari ganti rugi. Demo dilakukan setiap hari selama sebulan, namun hasilnya belum jelas.


Demo diatas tanggul


Disana juga saya jumpai beberapa orang sedang asyik berfoto diatas tanggul layaknya sedang berwisata. Menurut Untung, memang setiap hari banyak orang bertandang kesana, apalagi hari libur. Namun, ia menolak jika Lumpur Lapindo disebut sebagai tempat wisata. “Bukannya tempat wisata lho ini mbak. Ini dibilang tempat wisata itu jangan, karena ini kan tragedi. Biar orang tahu saja.” Katanya.


Karena masih penasaran, saya pun mendatangi salah seorang pengunjung yang sedang asyik berfoto-foto disana. Saya menanyakan sebenarnya apa yang mereka lakukan di tempat tersebut. Selain ingin melihat bagaimana bencana alam, ternyata Faisal juga ingin melihat nasib korban.(pch)


26 komentar:

  1. nasib korban??aku terakhir kesana itu semester lalu..ga ketemu korbannya,,kalo pengen ketemu dmana gitu? apa iya kontrakan mereka deket situ juga???

    BalasHapus
  2. yang jelas ada yang stres, trs masih banyak pengangguran jg, kebetulan waktu aku kesana kan ada demo gitu diatas tanggul lapindo. kebanyakan sekarang mereka ada yg jadi tukang ojek sama jual CD di tanggul sana. yang cerita2 ke aku kemarin sih ngontrak di Candi, Sidoarjo. deket lokasi juga, sayang ga bisa mampir kontrakannya yaaa :D

    BalasHapus
  3. wew ... aku sempat 3x lewat sana, cuma ga sempat mampir ce
    maklum lah lagi dibonceng :P
    ga bisa minta aneh2 ^_^

    BalasHapus
    Balasan
    1. hehehe kapan2 dong mas mampir, ke atas tanggul kalo perlu, tapi jangan sampe nginjek tanah basah di tanggul, bisa2 ga pulang kerumah lagi katanya.

      Hapus
  4. waduh.. banyak banget kerugian lain yang disebabkan oleh lumpur lapindo.
    salah satu yang paling dirasakan oleh orang indonesia adalah "kemacetan" jalur sidoarjo-porong, meningkatnya tingkat kecelakaan. stress banget kalau lewat situ, mestin macetnya minta ampun -__-".

    ^waw, 13 desa ya, baru tau, satu desaku aja segede itu, apalagi kalau 13, bisa dibayangkan, sebesar 1 kecamatan.

    ^pemerintah seperti tak kuasa menghukum pelaku -Bak*** cs-, kasian banget para penduduk yang dirugikan, belum dapat ganti rugi yang memadai, sepertinya hukum di indonesia juga perlu diperbaiki -__-".

    BalasHapus
    Balasan
    1. iyaaa mas, apalagi kalau ada demo dan nutup jalan. tapi sekarang demo pindah diatas tanggul kok :) karena mereka merasa kalo demo dijalan merugikan pengendara yang pengen lewat.

      masalah hukum di negara, memang sepertinya perlu diperbaiki, mencuri semangka aja bisa dihukum 5 tahun, sedangkan yg melakukan kejahatan lebih berat hukumannya malah lebih ringan *miris*

      Hapus
  5. kasihan memang para korban itu, saya pun pernah survei (wawancara) dengan beberapa orang responden yang bertempat tinggal di daerah sekitar lumpur lapindo...

    ya, harapannya, sisa pembayaran yang dijanjikan untuk para korban segera dilunasi

    BalasHapus
    Balasan
    1. iyaa mbak katanya 400M tapi belum turun juga dananya. makanya mereka demo terus.

      Hapus
  6. Terakhir aku berkunjung itu setahun yang lalu. dan aku fikir sebagian korbannya sudah diberikan uang ganti rugi. ternyata masih belum sepenuhnya tuntas permasalahan ganti rugi tersebut. Lalu yang bertanggung jawab terhadap korban tersebut apakah pemerintah atau PT.Lapindo?

    BalasHapus
    Balasan
    1. yang aku tau dari mereka sih, yang masuk peta di tanggung Bakrie, dan yang di luar peta ditanggung dana APBN.

      Hapus
  7. mungkin beberapa tahun kedepan masih belum akan dilunasi, seharusnya ini dimasukan dalam bencana nasional dan pemerintah ikut mengganti rugi.
    disini keliatan kalo anggota dpr yang dipilih rakyat belum mampu memperjuangkan suara rakyat.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Bencana Nasional??

      kalau masalah anggota DPR yang belum mampu memperjuangkan rakyat, SETUJU SEKALI.

      Hapus
  8. Andaikan saja pemimpin bangsa ini mau lebih peduli...

    Saya memikirkan ada gak ya cara agar semburan lumpurnya berhenti?? kok pemerintah sepertinya udah angkat tangan gitu dari permaslahan ini.

    Semisal lumpur ini dialirkan ke sungai dan ke laut apakah dalam jangka waktu cukup lama hal itu tidak berdampak negatif pada keseimbangan ekosistem?

    Tidak bisakah Lumpurnya dimanfaatkan untuk hal lain yang lebih bermanfaat dari pada dijadikan tempat wisata dan tempat demo,, hm mungkin untuk bahan baku bangunan. hehehe...

    BalasHapus
    Balasan
    1. iyaa, bisa jadi lama-lama ekosistem laut mungkin bakal ga seimbang dan lama-lama rusak.

      kalau untuk bahan baku bangunan, sepertinya ngga bisa hehehe, kan ada kandungan gasnya juga. IMO :D

      Hapus
  9. Jangan sampai deh trerus meluber dan nggak bsa ditangani,, ngeriiiii, deket rumah :O

    BalasHapus
    Balasan
    1. pindah ke surabaya aja yaq. hehehe katanya sih semburan sudah berhenti, tapi waktu aku kesana masih ada kok yang muncrat2 gitu dari dalam. Tapi dialirkan ke sungai brantas sih.

      Hapus
  10. Coba tengok pemandangan di balik megahnya lumpur lapindo, desanya jadi memiliki kesan muram. Tidak sebaik dulu.

    Meskipun tidak terkena dampak secara langsung, namun di Permisan, Jabon efeknya tidak ramai, malah cenderung seperti desa yang mati. sepi -_-. gak kayak dulu pas aku maen kesana.

    BalasHapus
    Balasan
    1. wah sudah pasti kalau itu. kasihan juga mereka yang menghuni sekitar sana.

      Hapus
  11. Terlalu lamanya penyelesaian masalah lapindo, membuat banyak orang lupa jika ternyata semburan panas lapindo masih membuat banyak korbannya menderita. Mengambil permasalahan yang dialami oleh korban memang ide yang bagus buat angle pemberitaan. Nice works :))

    BalasHapus
    Balasan
    1. yup, penyelesaiannya belom tuntas. Padahal sudah enam tahun.

      makasih ish. :)

      Hapus
  12. ini adalah sisi lain dari korban lapindo yang selama ini tidak dipublikasikan di media. bagus ce, tulisanmu mudah dipahami. lanjutkan :)

    BalasHapus
  13. emm apa belom ada solusi tentang pengganti kerugiannya ce ? trus para korban lapindo kebanyakan bermatapencaharian apa ? setelah sawah mereka hilang ditelan lumpur ?

    BalasHapus
    Balasan
    1. masih belom jelas yen, katanya sih sudah ada 400M tapi belum turun-turun juga. sekarang kebanyakan ya jadi tukang ojek sama jualan CD diatas tanggul, sisanya kurang tau. :D

      Hapus
  14. Gimana kalau lumpurnya dibikin genteng atau patung atau apapun itulah. Bisa ga yaa..?!

    BalasHapus
    Balasan
    1. wah kurang tahu, coba deh penelitian dulu kandungan-kandungan lumpurnya :D

      Hapus